Gayonese Documentary – Bulan bahasa diperingati setiap bulan Okober di Indonesia. Hal ini ditandai juga dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda yang diadakan setiap tanggal 28 Oktober, dimana bahasa Indonesia ikut menjadi salah satu isi dari ikrar Sumpah Pemuda itu. Pada bulan ini, euforia kebangkitan Bahasa Indonesia terdengar gaungnya di seantreo Nusantara.
Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai bahasa Nasional dan bahasa Negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, identitas Nasional, alat penghubung antara warga, antar daerah dan antar budaya, serta alat pemersatu suku, budaya, dan bahasa di Nusantara.
Bahasa daerah berfungsi sebagai pendukung bahasa nasional. Atas dasar fungsi ini, bahasa daerah harus terus dibina dan dikembangkan dalam rangka memperkukuh ketahanan budaya bangsa. Bahasa daerah juga menjadi salah satu sumber terbanyak pengisi kosa kata bahasa Indonesia sehingga bahasa nasional itu terus bertambah dan berkembang.
Selain itu, bahasa ini juga berfungsi sebagai bahasa pengantar dan pelengkap bahasa Indonesia. Hal ini selaras dengan moto yang selalu digaungkan oleh Kemendikbud yaitu mengutamakan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing.
Bahasa Gayo sebagai Salah Satu Bahasa Daerah di Indonesia
Bahasa Gayo adalah bahasa daerah bagi masyarakat yang mendiami daerah dataran tinggi Tanoh Gayo, kabupaten Bener Meriah, Gayo Lues dan Lokop di kabupaten Aceh Timur. Sebagai bahasa ibu atau bahasa pertama, bahasa Gayo seharusnya dikenalkan oleh orang tua terlebih dahulu kepada anak-anaknya sebagai bahasa yang pertama dipakai dalam komunikasi antara anak dengan orang tua serta menjadikan bahasa Gayo sebagai alat komunikasi sehari-hari.
Mengapa bahasa Gayo sebagai bahasa ibu sangat penting diajarkan kepada anak? Karena kepandaian dalam bahasa asli sangat penting untuk proses belajar anak berikutnya, bahasa Gayo sebagai bahasa ibu dianggap sebagai dasar cara berpikir.
Kepandaian yang kurang dari bahasa pertama sering kali membuat proses belajar bahasa lain menjadi lebih sulit. Oleh karena itu bahasa ibu memiliki peran penting dalam pendidikan linguistik seorang anak untuk kedepannya.
Apakah orang tua perlu khawatir bila anak tidak bisa menggunakan Bahasa Indonesia? Jawabannya tidak. Karena bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua akan diperoleh setelah bahasa pertama atau disebut juga dengan pemerolehan bahasa kedua.
Menurut penelitian para pakar bahasa, pemerolehan bahasa ini akan didapati oleh anak pada saat mereka duduk di sekolah formal atau di lingkungan bermain yang majemuk.
Mengajarkan bahasa ibu sebagai bahasa pertama akan memiliki manfaat yang luar biasa bagi perkembangan otak anak. Berdasarkan data Unesco, keanekaragaman bahasa dan multilingualisme dapat menjadi penghubung untuk mendukung dan mendorong pendidikan berkualitas sepanjang hayat. Disamping itu, mengajarkan bahasa ibu juga dapat melestarikan bahasa asli Indonesia dan membuat anak tidak akan lupa asal usulnya.
Bahasa daerah sebagai lambang identitas suatu Suku
Seorang pakar linguistik Aceh, Dr. Abdul Gani Asyik, M.A menyatakan bila suatu bahasa daerah telah hilang maka semua identitas yang melekat atau berkaitan dengan bahasa itu akan ikut hilang.
Artinya, bila penutur Bahasa Gayo tidak ada lagi, maka suku Gayo akan ikut punah. Karena, yang menjadi penanda identitas suatu suku adalah bahasanya. Kita disebut orang Gayo, karena kita penutur bahasa Gayo.
Berdasarkan catatan badan bahasa, sebanyak 11 bahasa daerah di indonesia telah punah. Badan bahasa Kemendikbud mengkategorikan status bahasa daerah menjadi kategori aman, rentan, mengalami kemunduran, terancam punah, kritis dan punah. Status aman berarti bahasa daerah masih dipakai oleh semua anak dan semua orang dalam etnik tersebut. Status rentan berarti semua anak-anak dan kaum tua menggunakan bahasa daerah tetapi jumlah penutur sedikit.
Status mengalami kemunduran berarti sebagian penutur anak-anak, kaum tua, dan sebagian penutur anak-anak lain tak menggunakan bahasa daerah. Status terancam punah berarti semua penutur 20 tahun ke atas dan jumlahnya sedikit, sementara generasi tua tidak berbicara kepada anak-anak atau di antara mereka sendiri. Status kritis berarti penutur bahasa daerah berusia 40 tahun ke atas dan jumlahnya sangat sedikit. Status terakhir yaitu punah yang berarti tidak ada lagi penutur bahasa daerah.
Bahasa Gayo sangat penting untuk terus dilestarikan oleh genarasi muda karena merupakan salah satu unsur budaya penting selain sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, kesenian, sistem mata pencaharian, dan sistem teknologi dan peralatan.
Setidaknya, tercatat ada lima fungsi bahasa daerah yaitu sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah, alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah, sarana pendukung budaya daerah dan bahasa Indonesia, serta pendukung sastra daerah dan sastra Indonesia.
Sementara itu, dalam hubungannya dengan fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai pendukung bahasa Indonesia, bahasa pengantar di tingkat permulaan sekolah dasar di daerah tertentu untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan/atau pelajaran lain dan sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa Indonesia. Selain itu, dalam situasi tertentu bahasa daerah dapat menjadi pelengkap bahasa Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintah di tingkat daerah.
Bahasa Gayo sebagai Wahana Apresiasi Budaya
Semua kegiatan yang mengandung unsur budaya di dataran Tinggi Gayo diapresiasikan dengan menggunakan bahasa Gayo. Untuk itu, pemerkayaan bahasa harian dengan menggunakan bahasa Gayo akan mempertinggi kemampuan bahasa daerah sebagai wahana apresiasi terhadap budaya daerah.
Konsep perilaku yang tercermin dalam ungkapan-ungkapan khas didong, melengkan, kekeberen, petatah petitih atau lainnya akan dapat diapresiasi secara baik apabila masyarakat mempunyai kemahiran berbahasa Gayo dengan baik pula.[SUMBER]
Penulis adalah Vera Hastuti, M.Pd Guru SMAN 1 Takengon, dan tinggal di jalan MJM, Takengon, Aceh Tengah.