Blangkejeren, Kota Seribu Bukit di Tanah Gayo

0
1889
Dataran Tinggi Gayo Lues, Puncak Pantan Cuaca. (Dok. Published Ilang Using Ijo)

Gayonese Documentary – Selain Kutacane, ada tempat lain yang tidak bisa saya lupakan saat saya dan rombongan Jamaah Tabligh selama 4 bulan pada tahun 1990, yaitu Blangkejeren.

Jarak antara Kutacane dengan Blangkejeren sekitar 120 km. Ditempuh dengan kendaraan umum sekitar 3,5 jam. Jalannya berliku-liku, menembus bebukitan yang dikelilingi hutan. Wilayah Blangkejeren berada antara 1.000 – 1.500 meter di atas permukaan laut.

Waktu itu, 31 tahun lalu, kami tiba di Blangkejeren pada malam hari. Begitu pintu mobil dibuka, hawa dingin menyergap seluruh tubuh.

Belum Banyak Berkembang

Blangkejeren saat ini masih mirip dengan Blangkejeren saat saya kunjungi 31 tahun lalu. Yang berubah adalah kantor-kantor dinas baru yang dibangun seiring dengan pembentukan kabupaten baru pada tahun 2002.

Secara umum keadaannya masih sepi. Kota ini letaknya cukup jauh dari kota-kota penyangga di sekitarnya. Selain dari Kutacane, Aceh Tenggara, kota ini juga bisa ditempuh dari Takengon. Jarak Takengon dengan Blangkejeren sekitar 140 km, bisa ditempuh dengan kendaraan darat sekitar 4 jam.

Di Blangkejeren saya sempat berkeliling ke beberapa masjid yang dulu pernah saya kunjungi. Yang pertama adalah Masjid Taqwa yang berada di Jalan Sudirman Blangkejeren.

Masjid ini dikelola oleh Muhammadiyah dan disitu juga terdapat lembaga pendidikan dengan berbagai tingkatan. Kami sempat menginap semalam di masjid ini.

Masjid Taqwa Blangkejeren (Foto pribadi)
Masjid Taqwa Blangkejeren (Foto pribadi)

Selain itu, saya juga sempat mengunjungi sebuah masjid di Rikit Gaib. Dulu masjid yang saat itu terbuat dari papan tersebut sudah kelihatan tua. Saat ini, masjid tersebut tampak sedang direhab.

Masjid di Rikit Gaib (Foto pribadi)
Masjid di Rikit Gaib (Foto pribadi)

Negeri Seribu Bukit

Gayo sendiri berasal dari Bahasa Aceh kuno yang diadopsi dari bahasa Sanksekerta, artinya gunung, sedangkan Lues artinya luas.

Ke mana saja mata kita arahkan, maka kita akan melihat bukit dengan segala pemandangannya.

Jalan berliku menuju Blangkejeren (Foto pribadi)
Jalan berliku menuju Blangkejeren (Foto pribadi)

Pemandangan selama perjalanan dari Kutacane sampai Blangkejeren cukup memanjakan mata, tetapi cukup mengocok perut. Jika kondisi fisik kurang fit, bisa muntah-muntah kita.

Mobil berkelok meliuk-liuk di lereng perbukitan. Jalan kecil dan rawan longsor. Baik longsoran dari bukit di atas jalan, maupun longsoran ke jurang di samping jalan.

Pemandangan Blangkejeren dari atas bukit (Foto pribadi)
Pemandangan Blangkejeren dari atas bukit (Foto pribadi)

Dulu, perjalanan saya sempat tertahan beberapa jam karena ada longsoran yang cukup besar dan harus menunggu dikeruk.

Perjalanan kemarin lumayan lancar, meskipun di beberapa lokasi juga terdapat jalan yang diberi garis polisi karena terdapat longsoran.

Keramahan Khas Blangkejeren

Di Blangkejeren kami sempat singgah di rumah salah seorang rekan kerja. Kami dijamu dengan penuh keramahan dan sajian makanan khas stempat yang cukup lezat. Termasuk di dalamnya adalah menu ayam tangkap lengkap dengan daun pandan dan daun kari.

Terimakasih Pak Jonaidy sekeluarga atas penerimaannya (Foto pribadi)
Terimakasih Pak Jonaidy sekeluarga atas penerimaannya (Foto pribadi)

Apalagi saat itu kami dalam keadaan lapar setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan. Hawa dingin pegunungan menambah selera makan kami.

Meski hanya semalam, perjalanan ke Blangkejeren sungguh sangat berkesan dan tak terlupakan.[]

Ditulis oleh Al Johan, terus belajar mencatat apa yang bisa dilihat, didengar, dipikirkan dan dirasakan. Phone/WA/Telegram : 081281830467 Email : aljohan@mail.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here