Gayonese Documentary, Sedikitnya ada 5 poin ungkapan yang ditulis oleh Rahmi, salah satu pengikut lomba “Kearifan Lokal” gayo, berikut ini adalah pribahasa dan penjelasan berserta contoh-contoh yang menyerupai dalam kehidupan sehari-hari.
- Murai ate, Keloang pe serasa gule
“Hati mengambil hati, daun paku pun serasa ikan”, peribahasa ini mengilustrasikan apabila perasaan sudah saling berkenan dengan satu sama lain, seakan-akan menjalani hal yang sederhana terasa luar biasa. Bias terlihat dari kehidupan berkeluarga, apabila pasangan saling ridha, menghadapi berbagai macam kendala akan terasa ringan. Begitu juga dengan kebersamaan dalam masyarakat, apabila sudah terbina hubungan baik antar warga, program apa saja yang akan dilaksanakan akan mudah.
- Ari jih , enti iemah ku bulangan
“Dari Lalang jangan dibawa ke bulangan”. Rumput dan pohon Bulangan adalah sama sama bukan teman petani, karena ilalang berakar kuat dan bulangan berduri bisa. Peribahasa ini mengingatkan kita agar tidak mudah baper bawa perasaan – bukan bawa pohon bulangan (google image gmelina Asiatica) dan ikut-ikutan dalam menilai suatu masalah. Kadang-kadang masyarakat zaman now suka mencampuradukkan perkara satu dengan lainnya walaupun tidak ada kaitan atau sebab akibat antar perkara tersebut. Mengingatkan kita pada para netizen yang kurang bijak bersosialisasi akhir-akhir ini.
- Asam kuncir, lemak i awah, manis i bibir
“Jeruk kuncir, enak di mulut manis di bibir”. Jeruk kuncir dalam peribahasa ini sangat artifisial, menyindir atlit silat lidah yang ulung. Mungkin kita punya teman –atau malah kita sendiri yang sangat indah berorasi tapi ketika harus merealisasikannya tidak kunjung bisa. Peribahasa ini juga mengingatkan agar kelompok yang mewakilkan rakyat tidak menghindar dari kewajibannya.
- Arok enti sampe mupolok, Galak enti sampe muselpak
“Suka jangan sampai patah, gembira jangan sampai terbelah”. Peribahasa ini sepertinya sengaja ditujukan untuk anak muda agar bersiap-siap sebelum patah hati, bisa jadi. Intinya lakukan sesuatu sesuai porsinya, jangan berlebih-lebihan. Dengan kata lain, jangan sampai jatuh tertimpa tangga, tangga baja berpaku. Kalau cinta jangan sampai ditinggal pas sayang-sayangnya.
- Betulni letep mera manunuh, gedokni nengel mera kin penerep
“Lurusnya sumpitan mau membunuh, bengkoknya bajak mau untuk menghidupkan”. Peribahasa ini mematahkan perspektif mainstream yang sudah menjadi landasan untuk menghukum orang lain atau biasa disebut stereotipe. Misalnya, orang hitam terkesan garang dan berhati keras, perempuan tidak bisa melampaui laki-laki, dll.[]
Penulis adalah Ismaturrahmi, tinggal di Desa Naleung, Julok, Aceh Timur. 24457. (Email: rahminoordin@gmail.com).